Jumat, 30 September 2011

Pertobatan Kota Pusat Gereja Setan


     Kota kecil di daerah California ini dikenal dengan sebutan kuburan pendeta. Pasalnya, banyak pendeta-pendeta yang "mati". Bukan berarti mati secara fisik tetapi secara rohani. Banyak pelayanan pendeta di kota ini mati, tidak bertumbuh. Tidak sedikit pula pendeta yang semula berapi-api setelah menginjakkan kaki di Hemet, semangat mereka menjadi lemah. Mengapa bisa begitu? Tidak lain karena Hemet adalah kota pusat gereja setan. Dari bangunannya tampak seperti gereja biasa. Namun, di situlah pusat ritual gereja setan dilakukan. Ironisnya, kegiatan di gereja setan sangat bergairah. Sangat berbeda dengan kegiatan gereja yang suam-suam bahkan dingin. Banyak pendeta dan umat Hemet merasa ada sesuatu yang tidak beres di kota mereka. Hati mereka mulai gelisah dan prihatin. Mereka merindukan kehidupan pelayanan dan gereja yang berapi-api.
Kebangkitan dan pemulihan Hemet mulai dari hal yang sangat sederhana. Pdt. Bob Beckett dan Pdt. Gordon Houston beserta sekitar 20 orang (pendeta/umat) berkumpul untuk berdoa. Mereka berkomitmen untuk berdoa sepanjang malam di sebuah pondok peristirahatan. Kesehatian mereka dalam doa dampaknya sama sekali tidak terduga. Secara tiba-tiba, dalam waktu yang tidak terlalu lama, gereja setan terbakar tanpa alasan yang jelas. Gedung gereja ini habis dilalap api. Pusat ritual setan hancur. Salah satu tembok penghambat telah runtuh. Melihat mukjizat ini, mereka semakin giat berdoa. Semakin banyak pula, umat yang ikut bersyafaat. Masalah Hemet tidak hanya okultisme. Kota kecil ini penuh dengan gang-gang. Perkelahian antargang bukan sesuatu yang aneh. Pembunuhan antaranggota gang sudah biasa. Beberapa orang Kristen menaruh hati untuk masalah sosial ini. Kenyataan ini menjadi agenda pokok doa mereka. Hasilnya, salah seorang pemimpin gang bertobat. Tentunya, buah ini membuat suasana Hemet sedikit cair. Dua buah doa ini membuat kebangkitan Hemet semakin pesat. Sebuah acara digelar di sebuah stadion olah raga. Setiap orang di Hemet datang untuk beribadah. Banyak orang yang tadinya anti-Allah menangis dan bersujud di hadapan Allah. Tidak hanya itu, mereka saling bercengkrama, saling membagi. Sesuatu yang langka bagi kehidupan di sebuah kota di Barat yang terkenal individualis dan sekular. Mereka saling membagi beban. Kelompok-kelompok doa menjamur di sekitar stadion. Makanan dan minuman pun saling dibagikan- Hari itu adalah hari yang tidak pernah terpikirkan akan terjadi di Hemet. Hari itu merupakan tanda bagi Hemet bukan lagi kuburan bagi pendeta. Hemet sekarang adalah lahan yang subur bagi pekerjaan Allah. Buah pertobatan dan buah kasih tumbuh subur di bekas kuburan pendeta ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar